Antara Garis Waktu

Menjamu yang datang setahun sekali. Bukan sebuah kebiasaan rutin, tapi sebuah kewajiban yang mengalir. Diberi kesempatan untuk bertemu kembali, pada usia yang sudah genap dengan kepala dan ekor sama --dua. Bukan sebuah cemooh, tapi sebuah nikmat yang sepatutnya diukir setiap waktu: masih ada setitik iman di lubuk hati terdalam.

Bercengkrama dengan yang paling istimewa dalam setahun. Sudah sejauh apa budaya ibadah kita lestari di tempat yang itu-itu saja? Sudah sebanyak apa jenis ibadah kita yang berputar di titik itu-itu saja? Sudah sebaik apa ibadah kita yang khusyuknya entah berada di belahan pikiran mana?

Ya, hanya kau yang tahu dan Sang Maha Mengetahui.

Tidakkah sepertiga umur kita sudah selesai seperti umur Rasul kita? Seberapa yakin bahwa kita akan mencapai dua per tiga nya lagi saat yang akan datang? Bisakah kita memastikan udara yang kita hirup, pandangan yang kita tatap, teriakan anak-anak menjelang Maghrib yang kita dengar, pijakan yang kita injak, dan  hati yang kita genggam -entah dunia dan seisinya entah langitkah- masih bisa kita rasakan esok? Tidak. Tidak perlu menunggu esok. Aku pun tidak tahu apa yang 'kan terjadi padamu setelah kau membaca kalimat ini.

Ya, kali ini hanya Sang Maha Mengetahui yang tahu.

Perihal batas antara hidup dan mati memang bukan bagian kita. Bagian kita adalah menjemput kemenangan dengan memenangkannya. Tentu dengan cara terbaik dari versi kita saat ini dan cara yang lebih baik dari versi kita yang sebelumnya --apa pun caranya.

Layaknya tamu yang jelas hanya datang untuk kemudian pergi. Perkara kembalinya lagi adalah urusan di luar kehendak kita. Maka, mari berlomba-lomba dengan diri kita yang sebelumnya. Menjadi khalifah yang lebih manusiawi, menjadi hamba yang lebih mengabdi.

Jadi, sudah berapa juz tilawahnya? :)
Ma'an najah! Semoga sukses, mari berkirim do'a ya~



Dari aku dengan dalih menulis tugas akhirku, hehehehe.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Kun Anta

Resensi Buku Bidadari Bermata Bening

Tanpa Bingkai