Resensi Buku Bidadari Bermata Bening
Sumber: google.com
Identitas Buku
Judul Buku : Bidadari Bermata Bening (Sebuah Novel Pembangun Jiwa)
Pengarang : Habiburrahman El Shirazy
Penerbit : Republika Penerbit
Cetakan Ke : 2, Mei 2017
Jumlah Halaman : iv + 337 halaman
Ukuran Buku : 13,5 x 20,5 cm
ISBN : 978-602-0822-64-8
Harga : Rp 65.000,-
Resensi Buku
Buku dengan warna cover yang menggambarkan wanita menjadi daya tarik tersendiri bagi sepasang mata yang melihatnya. “Bidadari Bermata Bening” menjadi tulisan judul yang terpampang besar di halaman paling depannya. Buku yang dikarang oleh Habiburrahman El Shirazy ini berjumlah 4 halaman pembukaan dan 337 halaman yang diterbitkan oleh Republika Penerbit dengan cetakan pertama yang keluar pada April 2017 dan cetakan kedua pada Mei 2017. Buku yang bernomor International Standard Book Number (Nomor Buku Standar Internasional/ISBN) 978-602-0822-64-8 ini direkomendasikan oleh Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA. –Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jebolan Pesantren Futuhiyyah Demak dan Tebuireng Jombang– karena isinya yang memotivasi para santri dan generasi muda pada umumnya untuk meraih kesuksesan. Buku dengan ketebalan kertas yang cukup dan warnanya yang tampak fresh menjadi rasa nikmat tersendiri bagi tangan siapapun yang menyentuhnya.
Buku ini mengisahkan tentang perjalanan hidup para santri di Pesantren Kanzul Ulum, Magelang, Jawa Tengah. Bunga mawar putih yang menjadi objek pada cover buku ini cukup jelas menggambarkan bahwa buku ini menceritakan kisah perjalanan panjang seorang santriwati, Ayna, dalam mengarungi bahtera kehidupan. Meskipun demikian, buku ini juga menggambarkan kisah seorang santri laki-laki dalam menyelami proses ibadah kepada Tuhannya. Kesendirian Ayna membuatnya merasa bahwa pesantren merupakan tempat terhangat yang pernah ia datangi, setelah rumahnya. Ia yatim, juga piatu. Masa-masa kelam orangtua dan keluarganya ia jadikan ibroh di kehidupan remajanya.
Hingga, suatu ketika, sebuah kebahagiaan tepat berada di depan matanya. Seseorang yang diam-diam ia cintai melamarnya, tepat ketika ia membutuhkan sandaran. Namun keraguan sang ibu lelaki yang sudah dianggapnya seperti ibu sendiri, Bu Nyai Fauziyah, membuatnya mengatakan tidak. Berbagai jenis perjalanan ia tempuh dalam kehidupan. Mulai dari menjadi istri konglomerat yang tak pernah tersentuh oleh suaminya sendiri, alat politik suami dan mertuanya, sang pengemis pemakan makanan sisa di jalan-jalan tikus Bandung, hingga pebisnis roti tersholehah dan pendiri rumah singgah bertemakan pesantren membuat bumi menyatukan kembali dengan lelaki yang paling dicintainya, Muhammad Afifuddin.
Di sisi lain yang tidak berbeda jauh dengan Ayna, Gus Afif yang merupakan peraih nilai terbaik kedua di Pesantren Kanzul Ulum pun bercucur keringat darah menjalani skenario kehidupan yang dibuat oleh Allah untuknya. Niat tulus lamarannya yang ditolak dengan derai air mata sang terkasih, ibundanya yang meragukan kesucian niatnya, pengembaraan pencarian jati dirinya, hingga rasa sayangnya yang luar biasa pada ibundanya menjadi penyedap termanis di buku ini. Rasa cinta pada Allah, rasa sayang pada Rasulullah, tangis haru biru pada sang ibunda, birrul walidayn, menuntut ilmu, sampai rasa sabar dalam menghadapi segala ujian-Nya, rasa percaya dan setia pada jodohnya yang akan didatangi Allah kelak menjemput dirangkum dalam kisah cinta yang mengharu biru Ayna, bidadari bermata beningnya Gus Afif.
Buku dengan sudut pandang orang ketiga ini seolah membius pembaca untuk mengetahui dari segala sisi kehidupan yang dimiliki Ayna. Penggambaran latar waktu, tempat dan suasana menjadi suatu perpaduan yang manis dan hangat untuk dibaca. Watak dari setiap tokoh tergambarkan dengan cermat dan tepat, sehingga pembaca seakan ikut mengamati setiap kisah yang terukir. Hingga pemilihan diksi yang diungkapkan oleh sepasang orang terkasih pun membuat air mata ikut mengharu biru mengalir. Sebuah kisah romantis penuh perjuangan yang sangat apik dibalut dalam guratan Islam sungguh membuat orang ingin memiliki suami secerdas, setampan, sebijaksana, sesopan, dan sesantun Afif.
Sayangnya, banyak kata yang pengeditannya kurang benar. Meskipun masih bisa diterka, hal itu sedikit membuat pembaca terganggu dalam kehanyutan nuansa yang sedang berlangsung. Alangkah baiknya bila hal tersebut tidak terdapat dalam buku ini agar tidak mengurangi kekhidmatan pembaca yang sedang terbawa arus suasana.
Identitas Buku
Judul Buku : Bidadari Bermata Bening (Sebuah Novel Pembangun Jiwa)
Pengarang : Habiburrahman El Shirazy
Penerbit : Republika Penerbit
Cetakan Ke : 2, Mei 2017
Jumlah Halaman : iv + 337 halaman
Ukuran Buku : 13,5 x 20,5 cm
ISBN : 978-602-0822-64-8
Harga : Rp 65.000,-
Resensi Buku
Buku dengan warna cover yang menggambarkan wanita menjadi daya tarik tersendiri bagi sepasang mata yang melihatnya. “Bidadari Bermata Bening” menjadi tulisan judul yang terpampang besar di halaman paling depannya. Buku yang dikarang oleh Habiburrahman El Shirazy ini berjumlah 4 halaman pembukaan dan 337 halaman yang diterbitkan oleh Republika Penerbit dengan cetakan pertama yang keluar pada April 2017 dan cetakan kedua pada Mei 2017. Buku yang bernomor International Standard Book Number (Nomor Buku Standar Internasional/ISBN) 978-602-0822-64-8 ini direkomendasikan oleh Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA. –Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jebolan Pesantren Futuhiyyah Demak dan Tebuireng Jombang– karena isinya yang memotivasi para santri dan generasi muda pada umumnya untuk meraih kesuksesan. Buku dengan ketebalan kertas yang cukup dan warnanya yang tampak fresh menjadi rasa nikmat tersendiri bagi tangan siapapun yang menyentuhnya.
Buku ini mengisahkan tentang perjalanan hidup para santri di Pesantren Kanzul Ulum, Magelang, Jawa Tengah. Bunga mawar putih yang menjadi objek pada cover buku ini cukup jelas menggambarkan bahwa buku ini menceritakan kisah perjalanan panjang seorang santriwati, Ayna, dalam mengarungi bahtera kehidupan. Meskipun demikian, buku ini juga menggambarkan kisah seorang santri laki-laki dalam menyelami proses ibadah kepada Tuhannya. Kesendirian Ayna membuatnya merasa bahwa pesantren merupakan tempat terhangat yang pernah ia datangi, setelah rumahnya. Ia yatim, juga piatu. Masa-masa kelam orangtua dan keluarganya ia jadikan ibroh di kehidupan remajanya.
Hingga, suatu ketika, sebuah kebahagiaan tepat berada di depan matanya. Seseorang yang diam-diam ia cintai melamarnya, tepat ketika ia membutuhkan sandaran. Namun keraguan sang ibu lelaki yang sudah dianggapnya seperti ibu sendiri, Bu Nyai Fauziyah, membuatnya mengatakan tidak. Berbagai jenis perjalanan ia tempuh dalam kehidupan. Mulai dari menjadi istri konglomerat yang tak pernah tersentuh oleh suaminya sendiri, alat politik suami dan mertuanya, sang pengemis pemakan makanan sisa di jalan-jalan tikus Bandung, hingga pebisnis roti tersholehah dan pendiri rumah singgah bertemakan pesantren membuat bumi menyatukan kembali dengan lelaki yang paling dicintainya, Muhammad Afifuddin.
Di sisi lain yang tidak berbeda jauh dengan Ayna, Gus Afif yang merupakan peraih nilai terbaik kedua di Pesantren Kanzul Ulum pun bercucur keringat darah menjalani skenario kehidupan yang dibuat oleh Allah untuknya. Niat tulus lamarannya yang ditolak dengan derai air mata sang terkasih, ibundanya yang meragukan kesucian niatnya, pengembaraan pencarian jati dirinya, hingga rasa sayangnya yang luar biasa pada ibundanya menjadi penyedap termanis di buku ini. Rasa cinta pada Allah, rasa sayang pada Rasulullah, tangis haru biru pada sang ibunda, birrul walidayn, menuntut ilmu, sampai rasa sabar dalam menghadapi segala ujian-Nya, rasa percaya dan setia pada jodohnya yang akan didatangi Allah kelak menjemput dirangkum dalam kisah cinta yang mengharu biru Ayna, bidadari bermata beningnya Gus Afif.
Buku dengan sudut pandang orang ketiga ini seolah membius pembaca untuk mengetahui dari segala sisi kehidupan yang dimiliki Ayna. Penggambaran latar waktu, tempat dan suasana menjadi suatu perpaduan yang manis dan hangat untuk dibaca. Watak dari setiap tokoh tergambarkan dengan cermat dan tepat, sehingga pembaca seakan ikut mengamati setiap kisah yang terukir. Hingga pemilihan diksi yang diungkapkan oleh sepasang orang terkasih pun membuat air mata ikut mengharu biru mengalir. Sebuah kisah romantis penuh perjuangan yang sangat apik dibalut dalam guratan Islam sungguh membuat orang ingin memiliki suami secerdas, setampan, sebijaksana, sesopan, dan sesantun Afif.
Sayangnya, banyak kata yang pengeditannya kurang benar. Meskipun masih bisa diterka, hal itu sedikit membuat pembaca terganggu dalam kehanyutan nuansa yang sedang berlangsung. Alangkah baiknya bila hal tersebut tidak terdapat dalam buku ini agar tidak mengurangi kekhidmatan pembaca yang sedang terbawa arus suasana.
maaf ni kritik dikit, sekali2 yang non fiksi dong shaf heheh
BalasHapus