Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2020

Lembar-lembar Biru

Pada lembar-lembar yang sudah terlanjur terbuka. Aku minta maaf membiarkanmu dibaca oleh yang tak seharusnya. Kali ini, aku terluka.

Persinggahan Umpatan

Gambar
Titik bosanku sudah singgah lagi. Iya, menyentuh dia yang sudah seharusnya sejak sepekan lalu selesai. Sebenarnya aku hanya butuh 25 persen lagi di bagian itu maka dia secara keseluruhan sudah menyentuh selesai 90 persen dari segi hasil penulisan. Oh tidak semudah itu kawan, ucapnya. Rasa aneh-anehku datang duluan. Menyambangi berbagai titik rasa aneh yang lain sehingga yah begitulah, dia menjadi terabaikan sejenak, semoga. Ah, iya. Ujian duniawi itu: yang akan meningkatkan kumulatif nilaiku guna prediksi masa depan. Ah, payah. Tetap saja feel -nya masih di negeri antah berantah. Sedih sekali mendapati diri tidak bisa menceritakan dengan sepenuh hati bahwa kemalasan ini adalah dalih luar biasa dari rutinitas biasaku --yang selalu inginnya di rumah saja. Huh, lagi-lagi payah. Krisis cerita. Tak ada tempat. Bak gelap gulita. Hanya bisa mengumpat. Begitulah alur cerita sinetron tugas akhirku yang sebenarnya biasa-biasa saja di H-19 evaluasi KKBS dan H-7 pekan UAS semester akh...

Antara Garis Waktu

Gambar
Menjamu yang datang setahun sekali. Bukan sebuah kebiasaan rutin, tapi sebuah kewajiban yang mengalir. Diberi kesempatan untuk bertemu kembali, pada usia yang sudah genap dengan kepala dan ekor sama --dua. Bukan sebuah cemooh, tapi sebuah nikmat yang sepatutnya diukir setiap waktu: masih ada setitik iman di lubuk hati terdalam. Bercengkrama dengan yang paling istimewa dalam setahun. Sudah sejauh apa budaya ibadah kita lestari di tempat yang itu-itu saja? Sudah sebanyak apa jenis ibadah kita yang berputar di titik itu-itu saja? Sudah sebaik apa ibadah kita yang khusyuknya entah berada di belahan pikiran mana? Ya, hanya kau yang tahu dan Sang Maha Mengetahui. Tidakkah sepertiga umur kita sudah selesai seperti umur Rasul kita? Seberapa yakin bahwa kita akan mencapai dua per tiga nya lagi saat yang akan datang? Bisakah kita memastikan udara yang kita hirup, pandangan yang kita tatap, teriakan anak-anak menjelang Maghrib yang kita dengar, pijakan yang kita injak, dan  hati yang ki...

Cara Semesta

Gambar
Tak perlu diada-adakan. Jika memang ada, ia akan tetap ada. Tak perlu ditanya-tanyakan. Jika memang jawaban, ia akan tetap menjawab. Tapi... Kita perlu mengusahakan. Batas antara usaha dan hasil hanyalah pemilik alam yang tahu. Tapi penggiat usaha hanya diketahui oleh yang bersangkutan dan Yang Maha Melihat. Iya, biarkan semesta mengelola semua waktu, tempat, dan alasan mengapa kata 'tidak sengaja' diciptakan. Ya tentu saja karena semua dikehendaki-Nya. Perihal bertemu di jalan tapi tak sampai menyapa karena berbeda angkutan lalu menimbang-nimbang perlukah memberitahunya lewat pesan? Perihal mendapat rizki yang dijatuhkan ke tangannya karena berada di satu jalan arah pulang lalu tak sempat menghampirinya? Perihal bertemu di tengah jalan tanpa tatap muka lalu bertemu lagi di persimpangan lainnya? Iya. Berakhir dengan mendapatkan pesan duluan; menyetujui untuk berkunjung ke indekos walau harus menerabas hujan; dan saling tersenyum karena persimpangan yang sama dilewa...

Seni dan Rasa

Gambar
Seni mengolah rasa --yang belakangan ini banyak diajari oleh teman-teman sekeliling saya saat ini. Iya, teman sepekerjaan di semester 5 dan 6 sampai awal semester 7. Semua berubah ketika tugas akhir menyerang. Masa peralihan semester yang begitu memilukan silih berganti senyum antarkesedihan. Berbagai cara ditempuh, tapi pintu keluar tak kunjung ketemu. Berbagai ungkapan yang dilemparkan tak kunjung reda, hingga... Kalimatnya merasukiku. Seni bersikap biasa saja --yang akhirnya meniadakan semua rasa yang bergelimpang di dada. Iya, masih dengan teman sepericuhan yang giat bekerja itu. Menafikkan segala daya semangat dalam ungkapan candanya yang serius, menggertakkan suara saat sesuatu benar-benar menjadi tekadnya, menindak semua bentuk kelemahan agar tak tampak, memotret berbagai rasa dalam untaian gambar berjalan, bahkan tak sesekali menggagalkan pesan teriakan batinnya. Ya, Maha Baik Allah yang selalu menutupi aib-aib kita. Seni mempelajari rasa --yang semua kalimatnya ku ...

Dering Melengking

Dentuman yang hebat. Kepala dan seisinya. Bukan tanpa sebab, tapi juga tidak ada obat. Sakit sekali menahannya. Bahkan saya masih ingat pertama kali ia muncul. Di tengah ujian, saat mengerjakan soal. Tanpa badai, tanpa petir. Tanpa masalah berarti sebelum ujian--tidak merasa stres, persiapan oke, batin mengadu santai. Tapi sakitnya luar biasa. Sejak itu, semua yang berhubungan dengan masalah manusia, membuat kepala saya berdentum kencang. Sangat keras. Tidak bisa ditahan. Terlebih karena masalah itu. Bukan hendak menyudutkan penyebab. Tapi semua memang berawal dari itu. Semua aktivitas terhenti. Sekalipun sedang belajar, sekalipun mata menatap layar dan tangan menggenggam pena menyentuh secarik kertas, berisiknya kepala tidak mampu didiamkan. Sekalipun tidur, dia tetap meneriakkan berbagai pertanyaan yang sampai saat ini belum mampu ada yang menjawabnya. Sungguh, sakit sekali. Basahnya pipi pun tidak terasa... Cerita ke orang lain pun tidak meredakannya. Kenapa aku jadi aku?

Si Bungsu

Gambar
Kali ini, halaman ini ku dedikasikan kepada Si Bungsu, Salimah si Imot. Tidak ada angin, tidak ada hujan, entah bagaimana, Imot selalu menjadi yang paling berisik. Teringat kejadian siang tadi menuntun jemariku untuk mengkisahkannya. Si bungsu kelas 2 SMP ini lagi hobi-hobinya baca fanfiction (ff). Ya, cerita khayalan fans terhadap bias kekoreaannya. Pecahnya tawa di tengah senyapnya ruang jadi hal yang biasa ku dengar. Tak jarang ku lempar dengan gurau, "mi ada orang gila" karena tawanya yang meledak tanpa bom. Bagian terbaiknya, dia membalas dengan, "yang ngomong barusan mi" hahahaha. Sejak kapan adik aing bisa ngelucu? Ya, respon seperti itu sangat lucu bagiku. Imbasnya, ternyata selain membaca dia juga suka menulis. Ya tentu saja apa lagi kalau bukan day dreaming fanfiction -nya. Tapi, tidak apa, memupuk ide akan menumbuhkan buah karya bukan? Maksudku, aku dukung dia tentang menulisnya meski kadang sering dibalas tatapan 'apa lo liat-liat' saat mat...

Waktu dan Dia

Menginvestasikan waktu pada hal-hal yang membuatku bahagia, seringkali lupa kalau mereka juga mengikat duka. Jiwa visionerku ini kadang mematikan langkahku sendiri. Habis untuk mengkhawatirkan masa depan dibandingkan meresapi kenikmatan saat ini. Selain itu, sikap planner ku juga suka main keluar-keluar saja tanpa sepengetahuanku. Merangkai mimpi melalui imajinasi. Membayangkan garis yang sedikit demi sedikit ku lantunkan do'a untuk itu, suatu saat nanti. Ya, aku hidup dengan cara demikian. Merajut kasih dibalut tatap dengan harap terpaut do'a. Betapa Maha Baik Allah. Semoga kita senantiasa berada di jalan-Nya.

Menjemput Suka Beriring Duka

Aku tidak pandai membuat sajak sepi. Aku juga tidak tahu bagaimana melukis luka. Tapi aku lihai menikmati kesedihan. Kepada kau yang sampai saat ini tidak ku ketahui bagaimana kau mengolah rasanya, aku siap di sampingmu dengan seluruh inderaku. Maaf dariku, yang tidak tahu apa pun tentang itu.

Terserah Kau

Wahai pelipur lara. Mengapa kau biarkan ia hinggap di hati kecilnya? Apakah ia akan tetap jadi lapang setelahnya? Wahai pengecap rindu. Mengapa kau sematkan ia di sanubarinya? Apakah ia akan tetap jadi sabar setelahnya? Wahai penikmat syahdu. Mengapa kau semarakkan ia di lubuk kasihnya? Apakah ia akan tetap jadi cinta setelahnya? Jangan tanyakan jawabannya, karena itu adalah pertanyaanku.

Per***** dengan Semangat

Mungkin judul itu satu-satunya highlight yang menggambarkan kehidupan Tingkat 3 masa awalan kepala duaku. Untuk seseorang yang mengaku tim bahwa cerita tidak menyelesaikan apapun, i stand with you! Sayangnya, mind set seperti itu hanya terbentuk saat Tingkat 3 --masa dengan semua hanya serba kesulitan rasanya. Mengawali sesuatu dengan niat yang tidak kokoh -percayalah pada apapun kegiatannya- siaplah rubuh kapan pun angin menghantammu. Mind set yang terbentuk karena keacuhan luar biasa dalamnya hanya karena niat yang salah, percayalah, sampai akhir tetaplah salah. Tapi, kesalahan juga membawa pelajaran. Membawa hikmah sebagai harapan perjalanan. Memiliki  mind set  yang ditanamkan bahwa memang sejatinya kita selalu sendiri -karena cerita apapun tidak membawa penyelesaian apapun, sekalipun tidak ada yang perlu diselesaikan- tidaklah selalu bisa digunakan. Karena... Kita bisa memilih orang-orang tertentu. Yang bisa kita buatkan kotak serupa tapi tak sama dari apa yang kit...

Kata dan Teman

Tidak bisa berkata-kata. Bukan karena tidak ingin, bukan juga karena ingin. Bukan tentang menyimpan semuanya sendirian, bukan juga tentang pengumuman yang disebarluaskan. Bukan tidak tahu kepada siapa kata-kata ini dimaksudkan, bukan juga tahu apakah harus segera disampaikan. Perlahan, banyak hal datang menyesuaikan. Lontaran kalimat tanya yang mengungkap jawaban. Cerita yang mengalir tanpa memandang beban. Langsung sampai maksudnya tertuju pada yang sejak awal dituju. Aku jadi memberi tulisan. Hanya saja... Seperti inikah dewasa? Menantikan kejutan di tiap kejadian yang berseliweran. Menjemput makna dari tiap pertanyaan. Merajut kasih ketika diberi kesempatan: berteman.

Rumit Sekali, Ah.

Ketika kagum jadi pedang, maka ia akan jadi senjata yang entah menebas lawan, entah memutus kawan. Ketika hebat jadi tujuan, maka ia akan jadi tempat yang entah menghampiri, entah dihampiri orang lain. Ketika pandang jadi selayar, maka ia akan jadi alasan yang entah menambah keinginan, entah memperburuk kejadian. Ah, rumit sekali.

Ungkapan Canda

Tentang canda. Setiap orang pasti memiliki ciri khas candanya masing-masing. Melontarkan ejekan kata kasar, berteriak mengumpat, membuat lelucon, berkata sarkastik, menyikut lengan dengan menggelitik,  termasuk menjadikan diri sendiri sebagai bahan bercanda. Lucu tidak selalu menjadi tujuan. Tawa tidak melulu jadi akhir yang dipikirkan. Kadang, mempertanyakan diri malah jadi selimut dibalik keseruan. Bukan, bukan tentang apa candaannya. Bukan juga tentang siapa yang bercandanya. Tidak juga tentang bagaimana bercandanya. Terlepas dari semua isi dunia ini adalah senda gurau belaka, bahkan tidak terlepas dari itu pun, tidak lantas membuat bercanda menjadi suatu hal yang biasa saja. Ini tentang... Ungkapan. Jikalau itu memang sebuah kebiasaan yang lahir atas suatu kondisi. Jikalau itu adalah cara memperbaiki. Bahkan jikalau itu bukanlah sesuatu yang seharusnya dihakimi. Maka, tidak lantas itu bisa diberlakukan di mana saja, kan? Katanya, jangan pernah patah hati karena masala...

Proses, Rindu, dan Kertas

Gambar
Kalau belajar adalah sebuah proses, maka nafas terakhirlah yang akan mengakhirinya. Layaknya perjalanan, proses membutuhkan berbagai daya dukung yang kuat. Entah sumber daya fisik, entah sumber daya nonfisik -mental. Layaknya jendela, ilmu menjadi sesuatu yang parameter pemahamannya tidak diketahui. Entah di bidang sains, entah di bidang bahasa -karena semuanya terus berkembang. Termasuk belajar tentang kehidupan -seni mempelajari keterkaitan antara usaha dan takdir, antara hati dan akal, dan semua antara yang berkebalikan. Hari ini, kertas-kertas kuliah tatap mukaku jadi saksi bahwa aku merindukan belajar. Oh, tidak, kali ini rindu itu jatuh pada statistik. Ya, merindukan suasana pusing-rumit-tapi menyenangkan saat berusaha memahaminya itu. Dalam hati, sebelum ku memulainya, terbersit sebuah pertanyaan: what actually are you doing, shaf? Dengan jawaban sederhana dalam hatiku: tidak ada yang sia-sia. Terlepas dari entah apapun alasanku dan semua resiko runtuhnya alasanku, aku mem...