Kalau belajar adalah sebuah proses, maka nafas terakhirlah yang akan mengakhirinya. Layaknya perjalanan, proses membutuhkan berbagai daya dukung yang kuat. Entah sumber daya fisik, entah sumber daya nonfisik -mental. Layaknya jendela, ilmu menjadi sesuatu yang parameter pemahamannya tidak diketahui. Entah di bidang sains, entah di bidang bahasa -karena semuanya terus berkembang. Termasuk belajar tentang kehidupan -seni mempelajari keterkaitan antara usaha dan takdir, antara hati dan akal, dan semua antara yang berkebalikan. Hari ini, kertas-kertas kuliah tatap mukaku jadi saksi bahwa aku merindukan belajar. Oh, tidak, kali ini rindu itu jatuh pada statistik. Ya, merindukan suasana pusing-rumit-tapi menyenangkan saat berusaha memahaminya itu. Dalam hati, sebelum ku memulainya, terbersit sebuah pertanyaan: what actually are you doing, shaf? Dengan jawaban sederhana dalam hatiku: tidak ada yang sia-sia. Terlepas dari entah apapun alasanku dan semua resiko runtuhnya alasanku, aku mem...