Hujan di Atas Awan: Sebuah Pesan untuk Jiwa

"It's Okay to Not be Okay"

Salah satu judul drama Korea dengan kalimat aktif yang membuat saya tidak ambil pusing tentang isinya.
"Paling cuma drama komedi-romantis bak putri  tenggat waktu tengah malam dan pangeran katak impiannya."
"Ah, cuma comeback seorang pemeran utamanya yang lagi naik daun --Kim Soo Hyun."
"Gak suka sama pemeran utama ceweknya!"

Berbagai judul selalu jatuh ke tempat yang tepat demikian bila sudah terucap semua isi dari benak dalam pikiranku. Iya, kebanyakan dari judul-judul itu memang begitu adanya. Melayangkan kisah cinta impian semua wanita, mengagungkan keindahan paras para pemerannya, atau yang setidaknya paling baik dari semua benakku adalah menyanjung penulis naskah dan ketenaran sutradaranya.

Padahal, tidak semua demikian.

Selain judul, ada sinopsis cerita dan deskripsi drama yang merupakan komponen penting penggiring ku dalam mencapai keputusan bulat untuk menontonnya. Tak jarang, bosan selalu menghampiri karena ceritanya yang itu-itu terus pula ketika membacanya. Ya, perkara selera, siapa yang tidak punya?

Berawal dari kata rumah sakit jiwa di sinopsis drama ini, pikiran-pikiran sempit nan liar yang tidak membangun sedikit demi sedikit menerbitkan rasa penasaranku. Belakangan ini, kata 'jiwa' memang sedang menempati posisi puncak pencarianku. Dia juga memiliki berbagai makna yang sering diperbincangkan dalam benakku.

Drama yang tayang tiap Sabtu-Minggu pukul 9 malam waktu Korea Selatan ini baru memasuki episode keempat di akhir pekan kemarin. Tidak main-main, sesuai dengan tingkat keapikannya, frama ini disiarkan di layar kaca penyaji drama terpercaya ku dari segi alur cerita: tvN. Bahkan, dalam skala internasional pun Netflix ikut memberi tumpangan pada tayangan ini.

Drama yang mengisahkan seorang psikopat wanita (Go Moon Yeong) dan seorang pria baik hati (Moon Gang Tae) tapi menyimpan banyak keinginan untuk disayang ibunya namun tak berujung sampai karena adiknya mengidap penyakit autis ini berhasil memporak-porandakan kantung air di mataku.

Si psikopat wanita dengan pekerjaan penulis cerita dongeng anak-anak itu sungguh tidak baik untuk psikologis anak. Menulis cerita-cerita seram yang melukiskan kisah pahitnya kenyataan yang harusnya diterima semua anak menjadi sebuah pertanyaan besar yang muncul dalam benakku: apakah iya anak-anak hanya harus mengetahui bagaimana cara bermain?

Tentu, dibalik kisahnya, ada harap yang digambarkan dalam monolog wanita itu: tidak adakah yang bisa memahami betapa aku sangat takut? Mendapati dirinya yang merupakan seorang anak perempuan dari ibunya yang juga penulis terkenal, drama tersebut memberikan gambaran bahwa sang anak perempuan ini adalah representasi dari dirinya yang lain, yang istimewa, dan yang sangat berbeda.

Selain itu, pemeran utama pria dalam drama ini dikisahkan lahir hanya sebagai adik yang dibutuhkan ibunya untuk merawat kakaknya yang autis. Sungguh ironi, di episode keempat ada seorang pria yang dikirimkan ibunya ke rumah sakit jiwa karena kekurangannya yang tak pandai dalam belajar seperti kakak-kakaknya harus disaksikan oleh pemeran utama pria yang merasa tidak disayang ibunya karena sibuk mengurus kakaknya yang mengidap gangguan jiwa, seolah-olah ia tidak butuh disayang.

Apik, sungguh apik kritiknya.

Sebelumnya, di episode ketiga, diceritakan bahwa ternyata sang kakak (Moon Sang Tae) mengumpulkan uang untuk membeli caravan (mobil dengan desain rumah di dalamnya), agar mereka tidak perlu berpindah-pindah tiap musim semi hanya karena sang kakaknya selalu menyebabkan masalah.
"Tenang saja. Aku ini kakakmu, kakakmu."
"Aku kakakmu, bukan pamanmu."
"Aku kakakmu."
Ucap sang kakak yang sangat menyukai Stegosaurus dan penulis dongeng anak si psikopat wanita itu.

Perkataan macam apa yang tidak menyayat hati bila bukan tentang ungkapan sayang dari seseorang yang penuh kekurangan? 

Hingga, konflik tertinggi dari episode keempat yang penuh uraian air dari mata itu jatuh kepada kalimat Gang Tae yang memaki Moon Young karena menganggap Moon Young hanyalah wanita yang tidak dapat mengetahui perasaan, hanya bisa bersuara, seperti tong kosong. Tepatnya, karena dirinya yang terlalu berbeda.

Gang Tae yang kesal setelah mendapati kalimat bahwa setiap anak dilahirkan memang hanya karena dibutuhkan orang tuanya jadi memiliki emosi yang akhirnya diluapkan kepada Moon Young saat itu. Naas, adegan berikutnya ia malah membaca Kisah Hidup Zombie yang dikarang oleh Moon Young dan mendapati dengan sangat baik bahwa wanita itu tidak sok tahu, tapi ia memang merasakannya.

Wanita psikopat yang akhirnya hanya berjalan menyusuri tapak jalan setelah dimaki Kang Tae kemudian dicekik ayahnya sendiri dan mendapatkan berbagai ungkapan monster dari ayahnya yang disaksikan banyak petugas rumah sakit jiwa benar-benar jadi bagian yang mengiris hati.

Tidak ada yang tidak ingin dipahami.
Tapi tidak semua orang mampu mengungkapkan maksud hati.

Mendapati seseorang yang mendekati, dipertanyakan kesanggupannya atas kekurangan ini, nyatanya tetap juga tidak semua mau menemani. Beberapa berlari ketakutan, beberapa mendesis kepayahan, dan beberapa lainnya hanya mengamati keistimewaan itu.

Satu hal yang tetap ku sukai dari sosok Gang Tae walau pernah berlari ketakutan dari Moon Young karena menarik kedua sayap kupu-kupu di hadapannya adalah sikapnya yang mau menerima kekurangan Moon Young. Mungkin sulit, bahkan sangat sulit dengan segala ekstrimnya pikiran dan tidakan psikopat wanita itu. Namun, penerimaannya sungguh terasa..... Padahal baru episode empat! Konflik kayak apa lagi di depan sana?

Selain ceritanya, mimik wajah para pemainnya sungguh bagus sekaliii! Walau berbau horror karena mengisahkan cerita suram, tapi kejadian yang tak penting seperti berbicara dengan rusa karena hampir menambrak mobil si psikopat wanita itu rasanya jadi penyeimbang yang kuat.

Keren!

Tidak pernah ada yang bisa menggambarkan hampir semua jenis rasaku di benak ini sebaik pemeran-pemeran utama itu, wkwkwkwk! Eits, tenanglah, penulis blog ini masih bisa merasakan batasannya, hehe.

Selamat menemukan diri kalian yang lain!

Sumber: Mbah yang sering kita andalkan.

P.s:
Tulisan setidaknya sedikit bisa memberikan warna pada kertas yang digambar, walau tidak semua dan seringnya menimbulkan banyak makna.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Kun Anta

Resensi Buku Bidadari Bermata Bening

Payung Pertemuan