Makanan Pedas
Cabai menjadi sesuatu yang paling
identik dengan pedas. Beragam jenisnya menunjukkan tingkatan rasa yang akan ia
suguhkan. Berbagai warna juga menyajikan tampilan berbeda di tiap pemanfaatannya.
Ada yang berwarna hijau, kuning, oranye, dan merah adalah yang paling banyak
ditemukan. Merah menjadi sesuatu yang paling mudah dikenali bila pertanyaan
warna sayur ini ditanyakan. Tak kurang, ia menampakkan bentuk beraneka ragam.
Mulai dari yang ramping-panjang atau sering disebut keriting, gemuk-panjang
yang dikenal dengan istilah besar, hingga yang gemuk-pendek dan ramping-pendek yang
paling umum disebut rawit.
Dilansir di beberapa laman
kesehatan, tak hanya menyajikan rasa pedas, tetapi juga meningkatkan nafsu
makan menjadi kelebihannya yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang:
tentu orang-orang yang menyukainya. Kandungan vitamin C-nya yang hampir setara dengan
jeruk membuat ia menjadi obat sariawan bagi orang-orang ekstrim yang langsung
menjejalkannya pada luka terbuka di mulut itu, termasuk saya. Hehe, sungguh,
ampuh!
Ia menjadi sangat istimewa bagi
pecintanya. Baik disajikan dalam bentuk mentah untuk kemudian ditemani dengan makanan
siap saji, maupun diolah menjadi bumbu suatu masakan, ia tetap terasa sama –pedas.
Uniknya, sensasi pedas yang ia tawarkan berbeda-beda, tergantung makanan yang
menemaninya.
Bagi saya, rasa pedas paling
nikmat bila disantap oleh makanan yang berkuah. Soto, bakso, dan mie kuah
menjadi makanan dengan kelezatan ‘raja’ di mulut saya. Disajikan dalam mangkuk saat
panas-panasnya baru tertuang dari panci menjadi suatu keharusan sebelum ia
mendarat di kerongkongan. Sendok pertama selalu menentukan bagaiamana reaksi paling
jujur dari rasa sebuah masakan. Menatap mangkuk penuh asap yang uapnya menerpa
pori-pori wajah menjadi sensasi pelengkap yang tak terlukis keindahan rasanya. Dilanjutkan
dengan menyendok kuah dari dalamnya dan menunggu asapnya tertiup udara sekitar
menjadi momen yang paling dinantikan. Air di mulut rasanya sudah tertelan
beberapa kali hanya demi sesuap kuah itu menjajali lidah. Inilah momen yang sangat
mendebarkan. Slurp… hingga akhirnya, ia pun masuk dan mengalir di kerongkongan lalu
berhasil membuat suara ‘haaaaah’ setelahnya.
Sangat menyenangkan!
Terlebih lagi, efek berkeringat
yang muncul setelah selesai memakannya benar-benar membentuk suatu sistem coping
stress yang ternyata ampuh untuk saya. Seketika seluruh pikiran hanya
terfokus pada deru nafas yang menggebu akibat hawa panas yang bermunculan di
perut. Dan kabar baiknya, ia berhasil meredakan stres itu.
Sekian. Mungkin metode ini bisa
kalian lakukan juga di rumah. Tentu dengan catatan tertentu sesuai syarat dan
ketentuan berlaku yang dimiliki oleh tubuh masing-masing, ya. Selamat mencari
bentuk coping lainmu, dan selamat mencoba!
Tulisan dimuat setelah semangkuk
mie kuah bersama 4 buah cabai rawit merah yang direbus masuk ke perut saya tepat saat 20 hari menuju pekan seminar hasil tugas akhir.
Komentar
Posting Komentar