Sepatu yang Hilang
Kala sore itu, saya baru saja sampai ke rumah. Masih dengan seragam lengkap dengan atribut serta sepatu hitam kesukaan saya yang pertama kali dibeli dan menyisakan ia yang hanya satu-satunya dimiliki oleh sepasang kaki saya. Peluh di pipi yang menempel pada pinggir jilbab area wajah saya menjadi saksi bahwa menaiki KRL di jam pulang kerja sangatlah sebuah usaha yang fantastis. Kendaraan favorit teman jalan-jalan saya itu memang tidak terkalahkan sebenarnya. Ia menjadi yang paling mudah digapai sebagai alat transportasi umum. Terlebih harga tiket yang ditawarkan adalah yang terbaik bila jeli dan ingin rebutan tempat duduk, hehe. Namun, tanpa dapat tempat duduk pun tidak membuat pamornya kalah. Meski lain cerita bila harus berdiri dari Stasiun Tebet sampai Stasiun Bogor. Sesaat saya mengetuk pintu rumah, dengan sepatu yang saya lepas hati-hati seperti biasanya, ibu saya menyambut saya dengan pelukan. Hangat. Satu-satunya kontak fisik yang hangatnya bisa menembus jiwa. Ah, betapa nikm...